Tagar All Eyes On Papua ramai jadi perbincangan
Beberapa hari belakangan, poster All Eyes On Papua viral di medsos, bersamaan dengan viralnya All Eyes On Rafah. Arti dari all eyes on Papua secara arfiah dalam Bahasa Indonesia adalah “semua mata mata tertuju pada Papua”. Kalimat itu merupakan ungkapan masyarakat yang menunjukkan kepedulian dan rasa manusiawi terhadap hutan Papua yang disebut akan dijadikan ladang sawit.
Poster bertuliskan all eyes on Papua bertebaran di sosmed. Tagar all eyes on Papua saat ini sedang menempati trending topik teratas di platform sosmed X. Tak hanya di platform tersebut, di beberapa sosmed lain juga menjadi viral seperti Instagram, Facebook, Tiktok dll.
Warganet menyuarakan bahwa hutan Papua akan dibabat oleh pejabat dan petinggi untuk perkenbunan sawit. Masyarakat adat Papua saat ini sedang memperjuangkan hak mereka atas hutan adat. Pejabat dan petinggi negeri yang hanya mementingkan bisnis dinilai sebagai dalang yang membuat masyarakat Papua krisis akan ekonomi. Mengorbankan hutan hanya untuk perkebunan sawit sebagai Tindakan yang egois dan serakah. Justru hal ini dikecam sebagai perilaku yang tak berprikemanusiaan.
Apa itu All Eyes On Papua?

All eyes on Papua bergema untuk menyuarakan konflik lahan yang sedang terjadi di Papua. Masyarakat adat Marga Moro dan Suku Awyu didampingi oleh Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua menggungat izin lingkungan kebun sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL)
Masyarakat adat Papua Barat menolak dengan tegas rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar itu. Apabila proyek tersebut terlaksana, hutan adat yang selama ini merupakan sumber penghidupan bagi mereka akan hilang, kehidupan mereka terancam.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat melalui laman petisi change.org sejak 2 Maret 2024, mengajak orang-rang menandatangani petisi pencabutan izin sawit PT IAL. Melalui petis itu dijelaskan bahwa menghilangkan hutan alam dengan luas separuh Jakarta adalah suatu bencana.
Pasalnya, hilangnya rimba Papua untuk proyek perkebunan sawit PT IAL akan menghilangkan emisi 25 juta ton CO2. Jumlah emisi tersebut sama dengan menyumbang 5 persen dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tentu tidak hanya di Papua, tetapi juga ke seluruh dunia.
Pada Senin, 27 Mei 2024, masayrakat adat Papua Barat Awyu dan Moi melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Mahkamah Agung (MA). Mereka melakukan aksi damai dengan menggunakan baju adat mereka sembari meluapkan penolakan atas izin perusahaan perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel dan Sorong.
Aksi demo masyarakat di depan Gedung MA itu dilakukan usai gugatan mereka di pengadilan tingkat pertama dan kedua gagal. Gugatan kini memasuki tahap Kasasi, yang menjadi harapan terakhir bagi masyarakat adat Papua untuk mempertahankan dan memperjuangkan lahan mereka.
Menurut Undang-undang Otonomi khusus Papua, semua Orang Asli Papua (OAP) merupakan masyarakat adat. Hampir seluruh sumber daya di hutan baik kayu maupun non kayu memberikan manfaat besar dalam kehidupan Orang Papua yang sebagian besar hidup bergantung kepada hutan dengan berburu dan meramu. Tak hanya sebatas untuk pemenuhan jasmani, namun masyarakat papua memiliki hubungan yag mendalam dengan hutan secara spiritual dan religi.
Dilansir dari postingan Instagram @walhi_papua yang melakukan Diseminasi Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI dan diskusi publik yang berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Budi Luhur, kamis (16/5/2024) Indonesia memiliki 91 juta hektar kawsan berhutan, 40% diantaranya berada di tanah Papua. Rencana pembangunan kebun tebu 2 juta hektar dan konsesi tambang yang luasnya lebih dari 200 kali DKI Jakarta mengancam PAPUA sebagai Rimba Terakhir. Rimba terakhir Papua merupakan harta yang tak ternilai bagi manusia.
Rimba Papua adalah rumah bagi berbagai spesies langka dan endemik yang tidak bisa ditemui di tempat lain di dunia. Kehadiran rimba ini juga membawa manfaat ekologis yang besar bagi keseimbangan lingkungan global. Sehingga sudah sepatutnya di era modern seperti sekarang, rimba ini merupakan aset yang seharusnya dijaga, dilindungi, dan dilestarikan dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK. Konflik seperti bukan pertama kali terjadi, seharusnya pemerintah melalui pengalaman-pengalaman yang serupa seperti ini melakukan tinjauan dan lebih memperketat kembali terkait regulasi yang berlaku, terutama dengan mengutamakan sekaligus memastikan keterlibatan masyarakat dan pakar terkait dalam pembentukan AMDAL.
Upaya yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia
Seluruh Masyarakat Indonesia berbondong-bondong menolong saudara/i mereka yang berada di Papua, demi mempertahankan lahan yang akan direngguh segelintir penguasa. Berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya membuat petisi dan donasi kepada kawan-kawan yang dirugikan di tanah Papua.
Menurut keterangan Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, keberadaan perkebunan sawit disebut akan merusak hutan yang menjadi sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, dan pengetahuan masyarakat adat Awyu dan Moi. Hutan tersebut juga habitat bagi flora dan fauna endemik Papua, serta penyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar. Operasional perkebunan sawit dikhawatirkan memicu deforestasi yang akan melepas 25 juta ton CO2e ke atmosfer, memperparah dampak krisis iklim di Tanah Air.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji, mengatakan bahwa perjuangan suku Awyu dan Moi adalah upaya terhormat demi hutan adat, demi hidup anak-cucu mereka hari ini dan masa depan, dan secara tidak langsung kita semua.
Leave a Reply